MAKALAH
PENGANTAR ILMU PENDIDIKAN
KURANGNYA PEMERATAAN PENDIDIKAN DI
INDONESIA
Makalah ini Disusun untuk Memenuhi
Tugas Ujian Akhir Semester Mata Kuliah Pengantar Ilmu Pendidikan
Dosen Pembimbing
Ika Lia Novenda, S.Pd.,M.Pd
Disusun Oleh
Alfi Oktafani Sarli
150210103057
FAKULTAS
KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS
JEMBER
2015
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT,
karena atas berkat limpahan Rahmat dan Karunia-Nya akhirnya penulis dapat
menyelesaikan makalah ini dengan sebaik-baiknya. dan tepat pada waktu.
Makalah ini disusun dalam rangka
memenuhi tugas individual mata kuliah Pengantar Ilmu Pendidikan. Adapun tema
yang diangkat dalam makalah ini yaitu Isu Pendidikan di Indonesia dan penulis
mengusung judul “Kurangnya Pemerataan Pendidikan di Indonesia”. Ucapan terimakasih
penulis sampaikan kepada semua pihak yang telah membantu
dalam penyusunan makalah ini sehingga makalah
ini dapat terselesaikan.
Kami
menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang mendasar pada makalah ini. Oleh karena
itu kami mengundang pembaca untuk memberikan saran serta kritik yang dapat membangun
kami. Kritik konstruktif dari pembaca sangat kami harapkan untuk penyempurnaan
makalah selanjutnya. Akhirnya, semoga makalah
ini dapat bermanfaat bagi para pembaca
Jember,
5 Desember 2015
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................................... ...... i
DAFTAR ISI.................................................................................................................. ...... ii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................................. ...... 1
1.1 Latar Belakang.......................................................................................................... ...... 1
1.2 Rumusan Masalah..................................................................................................... ...... 1
1.3 Tujuan....................................................................................................................... ...... 2
1.4 Manfaat..................................................................................................................... ...... 2
BAB II PEMBAHASAN.............................................................................................. ...... 3
2.1
Pengertian Pemerataan Pendidikan..........................................................................
3
2.2 Pemerataan
Pendidikan Masyarakat Miskin dan Terpencil di Indonesia................. ...... 4
2.3 Penyebab Kurang Meratanya Pendidikan
dimasyarakat Indonesia......................... ...... 8
2.4 Upaya pemerintah dan Tingkat
Keberhasilan Pemerintah dalam Menangani Ketidakmerataan Pendidikan dimasyarakat
Indonesia...........................................................................................9
BAB III PENUTUP....................................................................................................... ...... 15
3.1 Kesimpulan............................................................................................................... ...... 15
3.2 Saran......................................................................................................................... ...... 15
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................... 16
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Era global ditandai dengan pertumbuhan dan perkembangan
industri, kompetisi dalam semua aspek kehidupan ekonomi, serta perubahan
kebutuhan yang cepat didorong oleh kemajuan ilmu dan teknologi. Tolok
ukur suatu bangsa dapat dikatakan berperadaban tinggi atau tidak adalah dilihat
dari kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan. Untuk memenuhi perkembangan ilmu dan
teknologi, diperlukan SDM yang berkualitas. Oleh karena itu,
pendidikan di Indonesia perlu ditingkatkan hingga ke pelosok negeri dan bagi
masyarakat menengah ke bawah. Mereka yang paling memerlukan layanan pendidikan
dalam mengantisipasi persaingan global di samping penyandang buta huruf adalah
masyarakat miskin di tempat-tempat yang jauh dan tersebar.
Pemerataan
pendidikan merupakan isu paling kritis karena berkait erat dengan isu sensitif,
yakni keadilan dalam memperoleh akses pendidikan. Memperoleh pendidikan yang
layak merupakan hak asasi setiap warga bangsa yang dijamin konstitusi. Karena itu, Pemerintah
berkewajiban untuk memenuhi hak setiap warga negara dalam memperoleh layanan
pendidikan guna meningkatkan kualitas hidup bangsa Indonesia sebagaimana
diamanatkan oleh UUD 1945, yang mewajibkan Pemerintah bertanggung jawab dalam
mencerdaskan kehidupan bangsa dan menciptakan kesejahteraan umum. Kurang
meratanya pendidikan di Indonesia menjadi suatu masalah klasik yang hingga kini
belum ada langkah-langkah strategis dari pemerintan untuk menanganinya. Maka
dari itu, makalah ini disusun agar kita lebih mengetahui permasalahan dan cara
menangani pemerataan pendidikan di Indonesia.
1.2 Rumusan
Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas,
maka yang menjadi rumusan masalah dalam makalah ini adalah sebagai berikut :
1.
Apakah
pengertian pemerataan pendidikan?
2.
Bagaimanakah pemerataan pendidikan masyarakat miskin
dan terpencil di Indonesia?
3. Apakah penyebab kurang meratanya pendidikan
dimasyarakat Indonesia?
4. Bagaimanakah upaya pemerintah dan
tingkat keberhasilan pemerintah dalam menangani
ketidakmerataan Pendidikan dimasyarakat Indonesia?
1.3 Tujuan
Adapun
tujuan dalam penulisan makalah ini adalah :
1. Untuk
mengetahui arti dari pengertian pemerataan pendidikan
2. Untuk mengetahui bagaimana pemerataan
pendidikan masyarakat miskin dan terpencil di Indonesia
3. Untuk mengetahui penyebab kurang
meratanya pendidikan dimasyarakat Indonesia.
4. Untuk mengetahui bagaimana upaya
pemerintah dan tingkat keberhasilan pemerintah dalam menangani ketidakmerataan
Pendidikan dimasyarakat Indonesia
1.4 Manfaat
Adapun
manfaat dalam penulisan makalah ini adalah :
1. Agar mahasiswa dapat mengetahui arti
dari pengertian pemerataan pendidikan
2. Agar mahasiswa dapat mengetahui
bagaimana pemerataan pendidikan masyarakat miskin dan terpencil di Indonesia
3. Agar mahasiswa dapat mengetahui
penyebab kurang meratanya pendidikan dimasyarakat Indonesia.
4. Agar mahasiswa dapat mengetahui
bagaimana upaya pemerintah dan tingkat keberhasilan pemerintah dalam menangani ketidakmerataan Pendidikan dimasyarakat
Indonesia
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Pengertian Pemerataan Pendidikan
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kata
pemerataan berasal dari kata dasar rata, yang berarti meliputi seluruh bagian,
tersebar kesegala penjuru, dan sama-sama memperoleh jumlah yang sama. Sedangkan
kata pemerataan berarti proses, cara, dan perbutan melakukan pemerataan. Jadi
dapat disimpulkan bahwa pemerataan pendidikan adalah suatu proses, cara dan
perbuatan melakukan pemerataan terhadap pelaksanaan pendidikan, sehingga seluruh
lapisan masyarakat dapat merasakan pelaksanaan pendidikan. Pelaksanaan
pendidikan yang merata adalah pelaksanaan program pendidikan yang dapat
menyediakan kesempatan yang seluas-luasnya bagi seluruh warga negara Indonesia
untuk dapat memperoleh pendidikan.
Pemerataan dan perluasan pendidikan atau biasa disebut
perluasan kesempatan belajar, merupakan salah satu sasaran dalam pelaksanaan
pembangunan nasional. Hal ini dimaksudkan agar setiap orang mempunyai
kesempatan yang sama untuk memperoleh pendidikan. Kesempatan memperoleh
pendidikan tersebut tidak dapat dibedakan menurut jenis kelamin, status sosial,
agama, amupun letak lokasi geografis. Dalam propernas tahun 2000-2004 yang
mengacu kepada GBHN 1999-2004 mengenai kebijakan pembangunan pendidikan pada poin
pertama menyebutkan: “Mengupayakan perluasan dan pemeraatan memperoleh
pendidikan yang bermutu tinggi bagi seluruh rakyat Indonesia menuju terciptanya
manusia Indonesia berkualitas tinggi dengan peninggakatan anggaran pendidikan
secara berarti“. Dan pada salah satu tujuan pelaksanaan pendidikan Indonesia
adalah untuk pemerataan kesempatan mengikuti pendidikan bagi setiap warga
negara. Dari penjelasan tersebut dapat dilihat bahwa Pemerataan Pendidikan
merupakan tujuan pokok yang akan diwujudkan. Jika tujuan tersebut tidak dapat
dipenuhi, maka pelaksanaan pendidikan belum dapat dikatakan berhasil. Hal
inilah yang menyebabkan masalah pemerataan pendidikan sebagai suatu masalah
yang paling rumit untuk ditanggulangi.
Pemerataan pendidikan telah mendapat perhatian sejak
lama terutama di negara-negara berkembang. Hal ini tidak terlepas dari makin
tumbuhnya kesadaran bahwa pendidikan merupakan peran penting dalam pembangunan
bangsa.
Pemerataan pendidikan mencakup dua aspek penting yaitu
persamaan kesempatan untuk memperoleh pendidikan dan keadilan dalam memperoleh
pendidikan yang sama dalam masyarakat. Akses terhadap pendidikan yang merata
berarti semua penduduk usia sekolah telah memperoleh kesempatan pendidikan,
sementara itu akses terhadap pendidikan telah adil jika antar kelompok bisa
menikmati pendidikan secara sama.
Menurut UUD 1945 pemerintah berkewajiban memenuhi hak
warganegara dalam memperoleh pendidikan untuk meningkatkan kualitas hidup
bangsa. Ini berati pemerintah harus bisa memberikan pendidikan kepada seluruh
rakyat Indonesia bukan hanya untuk rakyat tertentu yang mampu sedangkan untuk
rakyat yang kurang mampu tidak memperoleh pendidikan. Pemerintah bertanggung
jawab dalam mencerdaskan kehidupan bangsa dan menciptakan kesejahteraan umum.
Pendidikan menjadi landasan kuat yang diperlukan untuk meraih kemajuan bangsa
di masa depan, bahkan lebih penting lagi sebagai bekal dalam menghadapi era
global yang sarat dengan persaingan antarbangsa yang berlangsung sangat ketat.
Dengan demikian, pendidikan menjadi syarat mutlak yang harus dipenuhi karena ia
merupakan faktor determinan bagi suatu bangsa untuk bias memenangi kompetisi
global.
2.2 Pemerataan
Pendidikan Masyarakat Miskin dan Terpencil di Indonesia
Era global ditandai dengan
pertumbuhan dan perkembangan industri, kompetisi dalam semua aspek kehidupan
ekonomi, serta perubahan kebutuhan yang cepat didorong oleh kemajuan ilmu dan
teknologi. Untuk memenuhi perkembangan ilmu dan teknologi, diperlukan SDM yang
berkualitas. Saat ini
kondisi pendidikan di Indonesia masih belum merata. Misalnya saja di kota-kota
besar disana sarana dan prasarana pendidikan disana sudah sangat maju. Sedangkan di desa-desa hanya mengandalkan sarana dan prasarana seadanya. Oleh karena
itu, pendidikan di Indonesia perlu ditingkatkan hingga ke pelosok negeri dan
bagi masyarakat menengah ke bawah. Mereka yang paling memerlukan layanan
pendidikan dalam mengantisipasi persaingan global di samping penyandang buta
huruf adalah masyarakat miskin di tempat-tempat yang jauh dan tersebar. Guna
mengatasi hal yang tidak mungkin diselenggarakan pendidikan konvensional atau
tatap muka ini perlu ditempuh strategi yang memanfaatkan potensi dan kemajuan
teknologi baru.
Untuk itu, agenda penting yang harus
menjadi prioritas adalah peningkatan pemerataan pendidikan, terutama bagi
kelompok masyarakat miskin yang berjumlah sekitar 38,4 juta atau 17,6 persen
dari total penduduk Indonesia (berdasarkan data Badan Pusat Statistik : 2007).
Problem mereka, kemiskinan menjadi hambatan utama dalam mendapatkan akses pendidikan.
Selain itu, daerah-daerah di luar Jawa yang masih tertinggal juga harus
mendapat perhatian guna mencegah munculnya kecemburuan sosial. Di Indonesia,
yang paling memerlukan pendidikan adalah mereka yang berada di daerah miskin
dan terpencil. Untuk mengatasi kebutuhan pendidikan bagi mereka adalah upaya
penerapan cara non konvensional. Cara lain itu adalah memanfaatkan potensi,
kemajuan serta keluwesan teknologi baru. Sekalipun teknologi baru seperti
teknologi komunikasi, informasi dan adi-marga menawarkan pemerataan pendidikan
dengan biaya yang relatif rendah penggunaannya masih merupakan jurang pemisah
antara ‘yang kaya’ dan ‘yang miskin’.
Di samping itu, sekalipun teknologi
dapat menjangkau yang tak terjangkau serta dapat menghadirkan pendidikan kepada
warga belajar, mereka yang terlupakan tetap dirugikan karena bukan hanya tetap
buta teknologi tetapi tertinggal dalam hal ilmu pengetahuan. Mayoritas kaum
miskin di Indonesia tinggal di tempat-tempat jauh yang terpencil. Mereka pasti
kekurangan segalanya: fasilitas, alat-alat transportasi dan komunikasi di
samping rendahnya pengetahuan mereka terhadap teknologi.
Bila pendidikan ingin menjangkau mereka
yang kurang beruntung ini, perbaikan hidup masyarakat yang lebih banyak ini
yang menjadi sasaran kita dengan menyediakan pendidikan yang lebih berkualitas;
lebih efektif dan cepat, kondisi yang proporsional harus diciptakan dengan
memobilisasi sumber-sumber lokal dan nasional. Ketimpangan pemerataan
pendidikan juga terjadi antarwilayah geografis yaitu antara perkotaan dan
perdesaan, serta antara kawasan timur Indonesia (KTI) dan kawasan barat
Indonesia (KBI), dan antar tingkat pendapatan penduduk ataupun antargender.
Pemerataan pendidikan masyarakat
miskin dan terpencil di Indonesia, dapat dibagi menjadi pemerataan pendidikan
formal dan pemerataan pendidikan non formal.
A. Pemerataan Pendidikan Formal
A. Pemerataan Pendidikan Formal
Pada jenjang pendidikan formal,
secara umum perluasan akses dan peningkatan pemerataan pendidikan masih menjadi
masalah utama, terutama bagi masyarakat miskin maupun masyarakat di daerah
terpencil. Pemerataan pendidikan formal terdiri dari pemertaaan pendidikan di
tingkat prasekolah, sekolah dasar, menengah, dan perguruan tinggi.
Pada pendidikan menengah, saat ini banyak bermunculan
sekolah-sekolah unggul. Dalam pelaksanaannya model sekolah ini hanya
diperuntukkan untuk kalangan elit, dan berduit yang ingin mempertahankan
eksistensinya sebagai kalangan atas. Kalaupun ada peserta didik yang masuk ke
sekolah dengan sistem subsidi silang itu hanya akal-akalan saja dari pihak
sekolah untuk menghindari “image” di masyarakat sebagai sekolah mahal dan
berkualitas, sekolah plus, sekolah unggulan, sekolah alam, sekolah
terpadu, sekolah eksperimen (laboratorium), sekolah full day, dan label-label
lain yang melekat pada sekolah yang diasumsikan dengan “unggul”.
Untuk pendidikan tinggi persoalannya menyangkut
pemerataan kesempatan dalam memperoleh pendidikan tinggi bagi warga negara
dalam kelompok usia 19-24 tahun. Biaya yang diperlukan untuk menempuh
pendidikan di perguruan tinggi memang sangat besar, sehingga hanya anak-anak
yang berasal dari keluarga mampu saja yang memperoleh kesempatan mengenyam
pendidikan tinggi. Kebutuhan biaya baik langsung maupun tak langsung yang cukup
besar inilah yang menyebabkan rendahnya partisipasi pendidikan pada jenjang
perguruan tinggi.
Selain itu, penyebaran geografis
lembaga pendidikan tinggi unggulan di Indonesia juga tidak merata. Berbagai
universitas terkemuka dipusatkan berada di pulau Jawa, sehingga masyarakat yang
berada di pulau lain harus meninggalkan kampung halamannya demi melanjutkan
pendidikan tinggi. Kritik kini mulai bermunculan atas pelaksanaan Badan Hukum
Milik Negara (BHMN) bagi beberapa universitas dan institut, seperti: UI, UGM,
USU, UPI, ITB, dan IPB. BHMN dinilai telah mengarah ke komersialisasi
pendidikan, yang bertentangan dengan misi utama sebuah lembaga pendidikan
tinggi.
Untuk bisa kuliah di universitas dan
institut terpandang itu, orang tua mahasiswa harus mengeluarkan uang puluhan
juta rupiah. Ada beberapa argument yang menyebabkan muncul gerakan protes atas
gejala komersialisasi pendidikan tinggi. Pertama, pendidikan tinggi yang selama
ini bersifat elitis akan semakin bertambah elitis. Perguruan tinggi bertarif
mahal akan makin mengentalkan watak elitisme dan kian mereduksi jiwa
egalitarianisme. Gejala ini jelas bertentangan dengan prinsip pemerataan
pendidikan seperti diamanatkan di dalam UU Sistem Pendidikan Nasional. Prinsip dasar pemerataan ini sangat
penting guna memberikan kesempatan bagi semua golongan masyarakat, untuk
memperoleh pelayanan pendidikan yang baik. Kedua, ada alasan ideologis di balik
gerakan protes itu. Selama ini, yang bisa menikmati pendidikan tinggi adalah
orang-orang yang berasal dari keluarga kelas menengah. Bagi orang-orang yang
berasal dari kelas bawah (keluarga miskin) mengalami kesulitan mendapatkan
akses pendidikan tinggi dengan biaya yang mahal itu.
B. Pemerataan Pendidikan Nonformal
Di samping menghadapi permasalahan
dalam meningkatkan akses dan pemerataan pendidikan di jalur formal, pembangunan
pendidikan juga menghadapi permasalahan dalam peningkatan akses dan pemerataan
pendidikan non formal. Pada jalur pendidikan non formal juga menghadapi
permasalahan dalam hal perluasan dan pemerataan akses pendidikan bagi setiap
warga masyarakat.
Sampai dengan tahun 2006, pendidikan
non formal yang berfungsi baik sebagai transisi dari dunia sekolah ke dunia
kerja (transition from school to work) maupun sebagai bentuk pendidikan
sepanjang hayat belum dapat diakses secara luas oleh masyarakat. Pada saat yang
sama, kesadaran masyarakat khususnya yang berusia dewasa untuk terus-menerus
meningkatkan pengetahuan dan keterampilannya masih sangat rendah. Apalagi
pendidikan non formal, pada umumnya membutuhkan biaya yang cukup mahal sehingga
tidak dapat terangkau oleh masyarakat menengah ke bawah.
Ø Permasalahan
Pemerataan Pendidikan Masyarakat Miskin dan Terpencil di Indonesia
Kesempatan memperoleh pendidikan masih terbatas pada
tingkat Sekolah Dasar. Data Balitbang Departemen Pendidikan Nasional dan
Direktorat Jenderal Binbaga Departemen Agama tahun 2000 menunjukan Angka
Partisipasi Murni (APM) untuk anak usia SD pada tahun 1999 mencapai 94,4% (28,3
juta siswa). Pencapaian APM ini termasuk kategori tinggi. Angka Partisipasi
Murni Pendidikan di SLTP masih rendah yaitu 54, 8% (9,4 juta siswa).
Sementara itu layanan pendidikan usia dini masih
sangat terbatas. Kegagalan pembinaan dalam usia dini nantinya tentu akan
menghambat pengembangan sumber daya manusia secara keseluruhan. Oleh karena itu
diperlukan kebijakan dan strategi pemerataan pendidikan yang tepat untuk
mengatasi masalah ketidakmerataan tersebut. Berbagai permasalahan dan tantangan
yang masih dihadapi dalam penyelenggaraan pemerataan pendidikan baik pada
pendidikan prasekolah dan pendidikian dasar, secara ringkas diuraikan berikut;
1. Pendidikan
prasekolah,
Beberapa permasalahan yang masih dihadapi terkait dengan pemerataan
pendidikan bagi masyarakat miskin maupun masyarakat di daerah terpencil adalah
sebagai berikut, yang pertama, sebagian besar pendirian lembaga-lembaga
pendidikan prasekolah yang diprakarsai oleh masyarakat masih berorientsi di
wilayah perkotaan, sedangkan untuk wilayah-wilayah di pedesaan atau daerah
terpencil dirasakan masih sangat kurang. Hal ini berakibat pada kurang adanya
pemerataan kesempatan untuk pendidikan prasekolah.
Yang kedua, kondisi sosial ekonomi masyarakat di pedesaan dan daerah terpencil yang sebagian besar miskin telah menyebabkan kualitas gizi anak kurang dapat mendukung aktivitas anak didik dalam bermain sambil belajar.
Yang kedua, kondisi sosial ekonomi masyarakat di pedesaan dan daerah terpencil yang sebagian besar miskin telah menyebabkan kualitas gizi anak kurang dapat mendukung aktivitas anak didik dalam bermain sambil belajar.
2.
Pendidikan dasar
Beberapa permasalahan yang masih dihadapi terkait dengan pemerataan
pendidikan bagi masyarakat miskin maupun masyarakat di daerah terpencil,
kaitannya dengan perluasan dan pemerataan program wajib belajar pendidikan
dasar 9 tahun, wajib belajar belum memiliki makna “compulsory” karena
ketidakmampuan subsidi pemerintah untuk menjangkau masyarakat marjinal ke bawah
yang jumlahnya cukup besar dan secara ekonomi tidak mampu.
2.3 Penyebab Kurang Meratanya Pendidikan
Dimasyarakat Indonesia
Permasalahan Pemerataan dapat terjadi karena kurang
tergorganisirnya koordinasi antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah,
bahkan hingga daerah terpencil sekalipun. Hal ini menyebabkan terputusnya
komunikasi antara pemerintah pusat dengan daerah. Selain itu masalah pemerataan
pendidikan juga terjadi karena kurang berdayanya suatu lembaga pendidikan untuk
melakukan proses pendidikan, hal ini bisa saja terjadi jika kontrol pendidikan
yang dilakukan pemerintah pusat dan daerah tidak menjangkau daerah-daerah
terpencil. Jadi hal ini akan mengakibatkan mayoritas penduduk Indonesia yang
dalam usia sekolah, tidak dapat mengenyam pelaksanaan pendidikan sebagaimana
yang diharapkan. Faktor lain yang menyebabkan kurang meratanya pendidikan di
Indonesia yaitu :
1.
Banyak orang tua (masyarakat pinggiran) kurang
menyadari betapa pentingnya sekolah.
2.
Mahalnya biaya untuk bersekolah.
3.
Aspek kemiskinan yang dibarengi dengan biaya
oportunitas.
4.
Aspek pembiayaan pendidikan yang dibarengi oleh
korupsi dana pendidikan.
5.
Dana BOS belum merata sehingga masih banyak sekolah
negeri yang melakukan pungutan, sehingga masyarakat yang tidak memiliki biaya
terpaksa memilih tidak bersekolah.
6.
Masyarakat menganggap bahwa banyak yang lebih penting
daripada sekedar membuang-buang uang mereka untuk bersekolah.
7.
Masyarakat yang biasanya bertempat tinggal di
desa-desa yang memiliki akses jalan yang sulit dijangkau untuk menuju ke
sekolah, sehingga masyarakat lebih memilih tidak bersekolah pun menjadi salah
satu penyebab tidak meratanya pendidikan di Indonesia.
8.
Kurang
tergorganisirnya koordinasi antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah,
bahkan hingga daerah terpencil sekalipun.
9.
Permasalahan
lain yang terjadi antara lain keterbatasan daya tampung, kerusakan sarana
prasarana, kurangnya tenaga pengajar, proses pembelajaran yang konvensional,
dan keterbatasan anggaran. Hal ini pun menjadi faktor pengaruh pendidikan
belum merata.
Permasalahan pemerataan pendidikan dapat ditanggulangi
dengan menyediakan fasilitas dan sarana belajar bagi setiap lapisan masyarakat
yang wajib mendapatkan pendidikan. Pemberian sarana dan prasrana pendidikan
yang dilakukan pemerintah sebaiknya dikerjakan setransparan mungkin, sehingga
tidak ada oknum yang dapat mempermainkan program yang dijalankan ini.
2.4 Upaya Pemerintah dan Tingkat Keberhasilan Pemerintah dalam
Menangani Ketidakmerataan Pendidikan di Masyarakat Indonesia
Untuk
meningkatkan kualitas dan pemerataan pendidikan berbagai langkah akan diambil
seperti peningkatan jumlah anak yang ikut merasakan pendidikan, akses terhadap
pendidikan ini dihitung berdasarkan angka partisipasi mulai tingkat Sekolah
Dasar hingga Sekolah Menengah Umum. Dewasa ini, pemerintah telah melakukan
upaya-upaya untuk meningkatkan tingkat pendidikan masyarakatnya, hal itu dapat
dilihat sejak tahun 1984, Indonesia telah berupaya untuk memeratakan pendidikan
formal Sekolah Dasar, kemudian dilanjutkan dengan Wajib Belajar Sembilan Tahun
pada tahun 1994. Selain itu, pemerintah semakin intensif untuk memberikan
bantuan berupa beasiswa, seperti Gerakan Orang Tua Asuh, Bantuan Operasional
Sekolah (BOS).
Di
dalam Propenas 1999 dalamnya memuat program-program baik untuk Pendidikan Dasar
dan Prasekolah, Pendidikan Menengah, Pendidikan Tinggi, maupun pendidikan luar
sekolah. Di antara program-program tersebut terdapat Pendidkan Dasar dan
Prasekolah, maupun Pendidikan Menengah penuntasan wajib belajar 9 tahun sebagai
Program pembinaan Pendidikan Luar Sekolah (PLS) bertujuan untuk menyediakan
pelayanan kepada masyrakat yang tidak atau belum sempat memperoleh pendidikan
formal untuk mengembangkan diri, sikap, pengetahuan dan keterampilan, potensi
mengembangkan usaha produktif guna meningkatkan kesejahteraan hidupnya. Untuk
melaksanakan ini maka dilakukan usaha berupa meningkatkan sosialisasi dan jangkauan
pelayanan pendidikan dan kualitas serta kuantitas warga belajar Kejar Paket B
setara SLTP untuk mendukung wajib belajar 9 tahun, dan mengembangkan berbagai
jenis pendidikan luar sekolah yang berorientasi pada kondisi dan potensi
lingkungan dengan mendayagunakan prasarana dan kelembagaan.
Pada
jenjang perguruan tinggi ada kegiatan pokok untuk memperluas memperoleh
pendidikan tinggi bagi masyarakat. Kapasitas pendidikan tinggi secara geografis
untuk memberikan kesempatan bagi kelompok masyarakat yang berpenghasilan rendah
termasuk kelompok masyarakat dari daerah bermasalah, dengan menyelengarakan
beasiswa perguruan tinggi sebagai pusat pertumbuhan di kawasan serta
menyelenggarakan pembinaan program unggul di wilayah kedudukan perguruan
tinggi..
Pemerataan
pendidikan dilakukan dengan mengupayakan agar semua lapisan masyarakat dapat
menikmati pendidikan tanpa mengenal usia dan waktu. Untuk itu dilakukan
pembinaan ke semua jenjang pendidikan baik pendidikan reguler ataupun terbuka
seperti SD kecil, guru kunjung, SD Pamong, SLTP terbuka, pendidikan penyetaraan
SD, SLTP dan SMU (paket A, B, C), dan pendidikan tinggi terbuka yang lebih
dikenal pendidikan jarak jauh. Suatu bukti bahwa pemerintah serius mengelola
pemerataan pendidikan dan penuntasan Wajib Belajar 9 tahun adalah kualitas dan
jumlah SMP Terbuka. Program SMP Terbuka seudah berjalan 25 tahun sejaktahun
1979 yang telah menamatkan 245 ribu siswa dengan jumlah sekolah 2.870 unit
sekolah, 12.871 Tempat Kegiatan Belajar (TKB ) dikan dianggarkannya Rp 90
miliar untuk meningkatkan(TKB), dan itu baru menjangkau 18% kebutuhan.
Walaupun
sudah diadakan sekolah gratis, Bantuan Dana Operasional (BOS), ataupun alokasi
dana BBM, namun bantuan yang diberikan belum merata. Masih banyak masyarakat
miskin yang tidak mendapatkan apa yang seharusnya mereka dapatkan, padahal
seluruh rakyat berhak mendapatkan pendidikan yang layak.
1.
Wajib
Belajar
Dalam sektor pendidikan, kewajiban
belajar tingkat dasar perlu diperluas dari 6 ke 9 tahun, yaitu dengan tambahan
3 tahun pendidikan setingkat SLTP seperti dimandatkan oleh Peraturan Pemerintah
2 Mei 1994. Hal ini segaris dengan semangat “Pendidikan untuk Semua” yang
dideklarasikan di konferensi Jomtien di Muangthai tahun 1990 dan Deklarasi
Hak-Hak Azasi Manusia Sedunia Artikel 29 yang berbunyi: “Tujuan pendidikan yang
benar bukanlah mempertahankan ‘sistem’ tetapi memperkaya kehidupan manusia
dengan memberikan pendidikan lebih berkualitas, lebih efektif, lebih cepat dan
dengan dukungan biaya negara yang menanggungnya”.
Berbagai upaya telah dilakukan oleh
bangsa Indonesia untuk meningkatkan taraf pendidikan penduduk Indonesia
termasuk pelaksanaan Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun yang
diharapkan tuntas pada tahun 2008 yang dapat diukur antara lain dengan
peningkatan angka partisipasi kasar jenjang pendidikan sekolah menengah pertama
dan yang sederajat menjadi 95 persen. Namun demikian sampai dengan tahun 2006
belum seluruh rakyat dapat menyelesaikan jenjang pendidikan dasar.
2. Alokasi subsidi BBM
Pengalihan
alokasi subsidi bahan bakar minyak (BBM) oleh pemerintah yang sebagian
diperuntukkan bagi sektor pendidikan dan kesehatan mungkin bisa menjadi
penghibur. Dari dana kompensasi bidang pendidikan direncanakan terdistribusi
dalam bentuk beasiswa. Sekitar 9,6 juta anak kurang mampu usia sekolah menjadi
sasaran dari program alokasi ini.
Pada
tahun 2003, setidaknya 1 dari 4 penduduk Indonesia termasuk miskin. Jika total
penduduk Indonesia adalah sekitar 220 juta jiwa, maka berarti ada sekitar 60
juta jiwa saudara kita yang dalam kategori miskin. Artinya, apa yang sekarang
sedang direncanakan pemerintah sangat mungkin belum dapat menjangkau semua
rakyat miskin. Memang dibutuhkan cukup waktu untuk sampai ke situ. Yang jelas
awal menuju ke arah itu telah dimulai. Dalam konteks ini sebaiknya dibuat suatu
kriteria siapa yang bisa mendapatkan bantuan, dan siapa saja yang bisa menunggu
giliran berikutnya. Kriteria itu penting agar bantuan yang diberikan kepada
rakyat miskin tepat sasaran. Oleh karena itu, proses seleksi seharusnya benar
didasarkan oleh data lapangan yang seakurat mungkin.
3. Bidang Teknologi
Kemajuan teknologi menawarakan solusi untuk menyediakan
akses pendidikan dan pemerataan pendidikan kepada masyarakat belajar yang
tinggal di daerah terpencil. Pendidikan harus dapat memenuhi kebutuhan belajar
orang-orang yang kurang beruntung ini secara ekonomi ketimbang menyediakan
akses yang tak terjangkau oleh daya beli mereka.
Televisi saat ini digunakan sebagai sarana pemerataan
pendidikan di Indonesia karena fungsinya yang dapat menginformasikan suatu pesan
dari satu daerah ke daerah lain dalam waktu yang bersamaan. Sebagai media yang
memanfaatkan luasnya daerah liputan satelit, televisi menjadi sarana pemersatu
wilayah yang efektif bagi pemerintah. Pemerintah melalui TVRI menyampaikan
program-program pembangunan dan kebijaksanaan ke seluruh pelosok tanpa hambatan
geografis yang berarti. Saat ini juga telah dirintis Televisi Edukasi (TV-E),
media elektronik untuk pendidikan itu dirintis oleh Pusat Teknologi Komunikasi
dan Informasi Pendidikan (Pustekkom), lembaga yang berada di bawah Departemen
Pendidikan Nasional (Depdiknas). Ini untuk memberikan layanan siaran pendidikan
berkualitas yang dapat menunjang tujuan pendidikan nasional. Siaran Radio
Pendidikan untuk Murid Sekolah Dasar (SRPM-SD) adalah suatu sistem atau model
pemanfaatan program media audio interaktif untuk siswa SD yang dikembangkan
oleh Pustekkom sejak tahun 1991/1992. SRPM-SD lahir dimaksudkan untuk
meningkatkan mutu pendidikan dasar. Produk media audio lain yang dihasilkan
oleh Pustekkom antara lain Radio Pelangi, audio integrated, dan audio SLTP
Terbuka. Tentu saja, itu tadi, termasuk TV-E yang akan berfungsi sebagai media
pembelajaran bagi peserta didik, termasuk mereka yang tinggal di daerah
terpencil dalam rangka pemerataan kesempatan dan peningkatan mutu pendidikan.
4. Pemanfaatan APBN untuk pendidikan
Dalam
UU Nomor 20/2003 tentang sistem pendidikan nasional disebutkan bahwa setiap
warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu.
Untuk memenuhi hak warga negara, pemerintah pusat dan pemerintah daerah wajib
memberikan layanan dan kemudahan, serta menjamin terselenggaranya pendidikan
yang bermutu bagi setiap warga negara tanpa diskriminasi. Pemerintah pusat dan
pemerintah daerah wajib menjamin tersedianya dana guna terselenggaranya
pendidikan bagi setiap warga negara yang berusia tujuh sampai dengan lima belas
tahun.
Untuk
mengejar ketertinggalan dunia pendidikan baik dari segi mutu dan alokasi
anggaran pendidikan dibandingkan dengan negara lain, UUD 1945 mengamanatkan
bahwa dana pendidikan selain gaji pendidik dan biaya pendidikan kedinasan
dialokasikan minimal 20% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)
pada sektor pendidikan dan minimal 20% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah.
Dengan
kenaikan jumlah alokasi anggaran pendidikan diharapkan terjadi pembaharuan
sistem pendidikan nasional yaitu dengan memperbaharui visi, misi, dan strategi
pembangunan pendidikan nasional. Pendidikan nasional mempunyai visi terwujudnya
sistem pendidikan sebagai pranata sosial yang kuat dan berwibawa untuk
memberdayakan semua warga negara Indonesia berkembang menjadi manusia yang
berkualitas sehingga mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu
berubah.
Persentase
anggaran pendidikan adalah perbandingan alokasi anggaran pendidikan terhadap
total anggaran belanja negara. Sehingga anggaran pendidikan dalam UU Nomor
41/2008 tentang APBN 2009 adalah sebesar Rp 207.413.531.763.000,00 yang
merupakan perbandingan alokasi anggaran pendidikan terhadap total anggaran belanja
negara sebesar Rp 1.037.067.338.120.000,00. Pemenuhan anggaran pendidikan
sebesar 20 persen tersebut disamping untuk memenuhi amanat Pasal 31 Ayat (a)
UUD 1945, juga dalam rangka memenuhi Putusan Mahkamah Konstitusi tanggal 13
Agustus 2008 Nomor 13/PUU-VI I 2008.
Menurut
putusan Mahkamah Konstitusi, selambat-lambatnya dalam UU APBN Tahun Anggaran
2009, Pemerintah dan DPR harus telah memenuhi kewajiban konstitusionalnya untuk
menyediakan anggaran sekurang-kurangnya 20 persen untuk pendidikan. Selain itu,
Pemerintah dan DPR memprioritaskan pengalokasian anggaran pendidikan 20 persen
dari APBN Tahun Anggaran 2009 agar UU APBN Tahun Anggaran 2009 yang memuat
anggaran pendidikan tersebut mempunyai kekuatan hukum yang mengikat dan sejalan
dengan amanat UUD 1945.
Dalam
pemerataan pendidikan pemerintah telah berupaya mengatasinya namun upaya-upaya
yang dilakukan pemerintah tidak semuanya berhasil. Masih banyak upaya
pemerintah yang kurang berhasil bahkan bisa juga disebut gagal dalam
pelaksanaannya.
Upaya-upaya pemerintah yang masih
kurang berhasil yaitu :
1. Upaya
pemerintah dalam pendidikan tingkat SD (Sekolah Dasar) sampai SMP (Sekolah
Menengah Pertama) tidak di pungut biaya. Tapi di lapangan masih banyak
sekolah-sekolah tersebut yang masih memungut biaya dalam pelaksanaan
pendidikannya. Sekolah-sekolah tersebut beralasan kalau biaya tersebut untuk
menggaji pegawai yang ada di sekolah tersebut
dan masih banyak lagi alasan-alasan lainnya.
2. Upaya
pemerintah meningkatkan dalam meningkatkan sarana dan prasarana pendidikan di
sekolah. Tapi dalam pelaksanaanya masih banyak sarana dan prasarana yang
diberikan pemerintah kualitasnya masih kurang. Seperti tidak semua kelas
memiliki layar proyektor yang bagus, masih banyaknya komputer-komputer di
sekolah yang rusak, Alat-alat dan bahan-bahan laboratorium yang masih kurang
sehingga praktikum yang dilakukan sisiwa masih sedikit bahkan tidak pernah sama
sekali.
3. Upaya
regrouping (penggabungan) masih belum dilaksanakan dengan maksimal,
pelaksanaannya masih dalam tahap percobaan sehingga masih belum dilaksanakan
dengan menyeluruh.
4. Program
beasiswa dari pemerintah masih banyak yang tidak tepat sasaran. Masih banyak
siswa dan mahasiswa yang miskin dan berprestasi tidak dapat melanjutkan
pendidikannya.
5. Sekarang
perguruan tinggi telah menambah kapasitas daya tampung agar banyak mahasiswa
yang dapat kuliah. Tentu saja hal ini harus mahasiswa yang diterima harus
berkualitas.
6. Banyak sekolah
dan perguruan tinggi swasta yang kekurangan peserta didik karena banyak siswa
dan mahasiswa baru yang lebih memilih sekolah dan perguruan tinggi negeri. Ini
tentu saja akan merugikan sekolah dan perguruan tinggi swasta karena akan
kekurangan peserta didik. Ini juga akibat komersialisasi pendidikan. Maksudnya
sekolah dan perguruan tinggi negeri yang sudah elit terus dibuat semakin elit
oleh pemerintah sehingga banyak orang tua yang berlomba-lomba untuk
menyekolahkan anaknya di sekolah dan perguruan tinggi negeri tersebut.
7. Dalam
pembangunan perguruan tinggi negeri banyak terpusat di pulau Jawa sehingga banyak
mahasiswa harus merantau jauh untuk mendapatkan pendidikan. Ini akan
menyebabkan beban biaya orang tua mereka semakin berat. Pemerintah seharusnya
memperbanyak membangun perguruan tinggi negeri di daerah-daerah agar mereka
tidak perlu merantau jauh-jauh sehingga tidak terlalu membutuhkan banyak biaya.
8. Upaya
pemerintah dalam menyebarluaskan tenaga-tenaga pendidik masih belum terlaksana
dengan maksimal karena masih banyak lulusan-lulusan guru yang ada di suatu
daerah yang masih menganggur atau mengerjakan pekerjaan lain di luar
kemampuannya karena lowongan guru sudah penuh. Sedangkan di daerah lain masih
banyak juga yang kekurangan guru. Sehingga transfer guru diperlukan dari yang
banyak lulusannya ke yang masih sedikit tenaga gurunya.
BAB
III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pendidikan di Indonesia memang masih
kurang merata. Banyak daerah di Indonesia yang masih belum mendapat pendidikan
yang memadai. Selain itu masyarakat Indonesia yang kurang mampu juga belum bisa
mendapat pendidikan dengan mudah. Pendidikan hanya dirasakan oleh masyarakat
yang mampu dan berada di kota-kota besar. Ini tentu saja bertentangan dengan
yang diamanatkan dalam UUD 1945 yaitu Pemerintah berkewajiban untuk memenuhi
hak setiap warga negara dalam memperoleh layanan pendidikan guna meningkatkan
kualitas hidup bangsa Indonesia.
Memang sejak tahun 1984 pemeritah
telah melakukan upaya-upaya agar pendidikan di Indonesia bisa dirasakan seluruh
rakyat Indonesia. Bahkan sejak tahun 1994 pemerintah telah mencanangkan wajib
belajar sembilan tahun. Selain itu pemerintah juga telah melakukan upaya-upaya
yang lain agar pendidikan di Indonesia bisa dirasakan oleh rakyat Indonesia.
Upaya-upaya itu seperti Pendidikan dari sekolah dasar (SD)
sampai sekolah menengah pertama (SMP) tidak dipungut biaya, Meningkatkan
sarana dan prasarana pendidikan di seluruh sekolah dengan subsidi dari APBN, Membangun
sarana dan prasarana yang memadai termasuk sarana olahraga untuk setiap sekolah
baik yang di perkotaan maupun pedesaan sesuai kebutuhanya, Memberikan kepada siswa yang
berprestasi dan/atau dari keluarga yang tidak mampu, dan lain sebagainya.
Meskipun pemerintah telah berupaya
keras agar pendidikan bisa merata dirasakan oleh semua penduduk Indonesia tapi
upaya-upaya yang telah dilakukan pemerintah ternyata masih belum berhasil
secara maksimal. Masih banyak kendala-kendala yang menyebabkan upaya-upaya
pemerintah masih belum maksimal. Oleh karena itu kita sebagai masyarakat harus
ikut membantu pemerintah dalam pemerataan pendidikan di Indonesia misalnya
seperti mengawasi penyaluran dana yang diberikan pemerintah ke daerah-daerah,
menjaga dan merawat bangunan-bangunan sekolah agar dapat bertahan lama.
3.2 Saran
Dengan dikemukakan nya makalah
tentang pemerataan pendidikan dimasyarakan indonesia diharapkan mahasiswa,
masyarakat dan pemerintah dapat sadar akan pentingnya pendidikan
DAFTAR
PUSTAKA
Amalia
Eka. 2007. Kondisi Pemerataan Pendidikan
di Indonesia. Malang:Universitas Muhammadiyah Malang
Depdiknas. 2008. Pelangi
Pendidikan;
Deklarasi Penuntasan Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun Pada Akhir
Tahun 2008. Jakarta:Depdiknas
Depdiknas. 2008. Pelangi Pendidikan; Forum Tenaga Kependidikan
Edisi 6/ Volume 3. Jakarta:Depdiknas
Dimyati, Mudjiono. 2005. Belajar dan Pembelajaran.
Jakarta:Rineka Cipta
Tirtarahardja. 2005. Pengantar Pendidikan.
Jakarta:Rineka Cipta
0 komentar:
Posting Komentar